Medan - Semakin menjamurnya ribuan unit angkutan umum plat hitam tanpa memilki izin di Sumatera Utara atau dikenal dengan 'taksi gelap' salah satu penyumbang terbesar kemacetan di Medan. Dalam hal ini, para pengusaha angkutan yang resmi mengharapkan pihak terkait yakni Dinas Perhubungan Sumut dan kepolisian lalu lintas menertibkannya. "Kami memperkirakan hingga kini ada ribuan unit mobil angkutan umum tanpa izin dengan nomor polisi pribadi atau plat hitam beroperasasi di Sumatera Utara," kata staf operator Perusahaan Otobus (PO) Sejahtera, Sahat Ambarita, kepada Waspada Online, pagi ini.
Armada angkutan umum plat hitam dengan beragam nama dan tanpa nama perusahaan angkutan itu, menurut dia, semakin leluasa menaikkan dan menurunkan penumpang di jalan sehinga sering macet di sepanjang Jl Sisingamaraja. Bahkan, lanjut dia, banyak diantara perusahaan angkutan umum yang ditengarai belum dilengkapi izin trayek tersebut secara terang-terangan membuka loket penjualan tiket.
Di Medan, misalnya, armada angkutan plat hitam hingga kini banyak beroperasi di sekitar Jl Sisingamangaraja, Jl Letjen Djamin Ginting, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jl Asia, Jl Japaris dan Jl Laksana. Angkutan umum dengan didominasi kendaraan jenis Kijang dan L-300 itu beroperasi hampir mencakup seluruh trayek yang dilayani oleh perusahaan angkutan umum plat kuning yang memiliki izin resmi dari Dinas Perhubungan Sumut.
Keberadaan angkutan umum plat hitam ilegal, kata Sahat, turut membuat kinerja usaha perusahaan angkutan umum yang memiliki surat izin trayek di daerah itu semakin terpuruk dan beberapa perusahaan otobus diantaranya sudah tidak beroperasi karena bangkrut.
Selain itu, dia juga memperkirakan keberadaan angkutan umum ilegal itu membuat pemerintah kabupaten dan kota di Sumut banyak kehilangan pendapatan asli daerah (PAD), diantaranya dari pajak kendaraan bermotor, retibusi izin trayek dan jasa penggunaan sarana terminal. Dia berharap institusi penegak hukum menertibkan keberadaan angkutan umum tanpa izin yang dinilai telah menyebabkan iklim usaha jasa angkutan di Sumut selama ini menjadi kurang kondusif.
"Pengoperasian angkutan umum plat hitam tanpa izin trayek diperkirakan sudah melanggar peraturan pemerintah maupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tetapi kenapa hingga kini belum ada upaya penertiban secara tegas dari pihak kepolisian dan instansi berwenang lainnya," ujar Sahat.
Selain menghadapi persaingan usaha yang kurang kondusif, katanya, para supir dan perusahaan angkutan umum resmi di daerah itu juga dihadapkan dengan kendala memperoleh bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang sejak sekitar satu bulan terakhir sering langka di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"Stok solar di sejumlah SPBU sering habis dan kalau pun ada para pembeli harus rela antri (macet) dalam waktu yang cukup lama, sehingga ikut membuat jadwal kedatangan dan keberangkatan bus tidak sesuai lagi dengan yang direncanakan," ujarnya.
Di Medan, misalnya, armada angkutan plat hitam hingga kini banyak beroperasi di sekitar Jl Sisingamangaraja, Jl Letjen Djamin Ginting, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jl Asia, Jl Japaris dan Jl Laksana. Angkutan umum dengan didominasi kendaraan jenis Kijang dan L-300 itu beroperasi hampir mencakup seluruh trayek yang dilayani oleh perusahaan angkutan umum plat kuning yang memiliki izin resmi dari Dinas Perhubungan Sumut.
Keberadaan angkutan umum plat hitam ilegal, kata Sahat, turut membuat kinerja usaha perusahaan angkutan umum yang memiliki surat izin trayek di daerah itu semakin terpuruk dan beberapa perusahaan otobus diantaranya sudah tidak beroperasi karena bangkrut.
Selain itu, dia juga memperkirakan keberadaan angkutan umum ilegal itu membuat pemerintah kabupaten dan kota di Sumut banyak kehilangan pendapatan asli daerah (PAD), diantaranya dari pajak kendaraan bermotor, retibusi izin trayek dan jasa penggunaan sarana terminal. Dia berharap institusi penegak hukum menertibkan keberadaan angkutan umum tanpa izin yang dinilai telah menyebabkan iklim usaha jasa angkutan di Sumut selama ini menjadi kurang kondusif.
"Pengoperasian angkutan umum plat hitam tanpa izin trayek diperkirakan sudah melanggar peraturan pemerintah maupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tetapi kenapa hingga kini belum ada upaya penertiban secara tegas dari pihak kepolisian dan instansi berwenang lainnya," ujar Sahat.
Selain menghadapi persaingan usaha yang kurang kondusif, katanya, para supir dan perusahaan angkutan umum resmi di daerah itu juga dihadapkan dengan kendala memperoleh bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang sejak sekitar satu bulan terakhir sering langka di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"Stok solar di sejumlah SPBU sering habis dan kalau pun ada para pembeli harus rela antri (macet) dalam waktu yang cukup lama, sehingga ikut membuat jadwal kedatangan dan keberangkatan bus tidak sesuai lagi dengan yang direncanakan," ujarnya.
Sumber : www.waspada.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar