Komisi III DPRD Siantar menyoroti keberadaan taksi angkutan antarkota yang begitu banyak mangkal di kota ini. Dewan meminta Pemko Pematangsiantar segera menghentikan operasional taksi karena tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD). Anggota DPRD Komisi III, EB Manurung, Kamis (20/10), menyatakan, keberadaan taksi antarkota itu sama sekali tidak memberi keuntungan bagi pemko.
Ia menjelaskan, kendaraan angkutan yang beroperasi di Kota Pematangsiantar selalu mendapat uji kendaraan. Dari pengujian itu pemko memeroleh PAD. “Sementara taksi antarkota, karena tidak wajib diuji, maka kita tidak mendapatkan apa-apa,” ujarnya.
EB Manurung juga menuding sejumlah taksi antarkota yang mangkal juga merugikan pemko dalam perolehan retribusi parkir. Setiap hari, katanya, ratusan taksi mangkal di badan Jalan Sutomo dan Merdeka, tapi dari pemilik taksi tidak menyetor biaya parkir sesuai perda.
Karena itu, EB Manurung meminta agar DPRD memanggil para pengelola taksi untuk dimintai penjelasan apa manfaat usaha taksi pada pembangunan Kota Pematangsiantar.
“Kita ketahui, taksi menggunakan jalan yang pembuatan dan perawatannya dibiaya pemerintah. Jadi, pengusaha taksi harus bersedia memberi kontribusi,” tambahnya.
Kabid Angkutan Darat Dinas Perhubungan Pemko Pematangsiantar, Moslen Sihotang, mengakui banyak taksi antarkota yang beroperasi di Pematangsiantar. Tapi, hasil penyusuran Dinas Perhubungan, taksi yang beroperasi tersebut mendapatkan izin dari Pempropsu.
Katanya, dalam transportasi antarkota, propinsi memberi izin taksi dan angkutan pariwisata. “Jadi, kita tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.
Beberapa taksi antarkota yang beroperasi di Siantar, antara lain Paradep Taxi, Halkit Taxi, Prana Jaya dan Raja Taxi. Menurut Moslen, pihaknya sama sekali tidak memberi izin kepada taksi-taksi itu.
“Di Siantar hanya ada satu izin taksi yang diberikan, yakni Rama Taxi. Rama Taxi kurang beroperasi karena rendahnya minat warga Siantar menumpang taksi dalam kota,” terangnya.
Ia menjelaskan, kendaraan angkutan yang beroperasi di Kota Pematangsiantar selalu mendapat uji kendaraan. Dari pengujian itu pemko memeroleh PAD. “Sementara taksi antarkota, karena tidak wajib diuji, maka kita tidak mendapatkan apa-apa,” ujarnya.
EB Manurung juga menuding sejumlah taksi antarkota yang mangkal juga merugikan pemko dalam perolehan retribusi parkir. Setiap hari, katanya, ratusan taksi mangkal di badan Jalan Sutomo dan Merdeka, tapi dari pemilik taksi tidak menyetor biaya parkir sesuai perda.
Karena itu, EB Manurung meminta agar DPRD memanggil para pengelola taksi untuk dimintai penjelasan apa manfaat usaha taksi pada pembangunan Kota Pematangsiantar.
“Kita ketahui, taksi menggunakan jalan yang pembuatan dan perawatannya dibiaya pemerintah. Jadi, pengusaha taksi harus bersedia memberi kontribusi,” tambahnya.
Kabid Angkutan Darat Dinas Perhubungan Pemko Pematangsiantar, Moslen Sihotang, mengakui banyak taksi antarkota yang beroperasi di Pematangsiantar. Tapi, hasil penyusuran Dinas Perhubungan, taksi yang beroperasi tersebut mendapatkan izin dari Pempropsu.
Katanya, dalam transportasi antarkota, propinsi memberi izin taksi dan angkutan pariwisata. “Jadi, kita tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.
Beberapa taksi antarkota yang beroperasi di Siantar, antara lain Paradep Taxi, Halkit Taxi, Prana Jaya dan Raja Taxi. Menurut Moslen, pihaknya sama sekali tidak memberi izin kepada taksi-taksi itu.
“Di Siantar hanya ada satu izin taksi yang diberikan, yakni Rama Taxi. Rama Taxi kurang beroperasi karena rendahnya minat warga Siantar menumpang taksi dalam kota,” terangnya.
Selain taksi, saat ini yang beroperasi di Siantar didominasi angkutan kota (mopen). Sedikitnya setidaknya ada 24 perusahaan angkutan kota yang beroperasi di Siantar, dengan total armada 2.191 unit.
Diakuinya, ada plat angkot bernomor polisi B. Plat angkot ini dimiliki 18 angkot milik CV Intra. Moslen menambahkan, karena masih memenuhi kuota plafon yang diajukan pengusaha CV Intra, maka Dinas Perhubungan masih menolerir operasional 18 angkot berplat B itu.
“Soal plat B itu, kami tak berwewenang melarang. Yang berhak untuk itu adalah kepolisian,” katanya. (jannes silaban)
Sumber : medanbisnisdaily
Tidak ada komentar:
Posting Komentar