Rabu, 09 November 2011

Pengemudi Taksi Itu Mengajari Saya Cara Melayani Konsumen


Saya punya kenalan, seorang sopir taksi di Semarang. Dia sudah menjalani profesi sebagai sopir taksi itu selama lebih dari 30 tahun. Sekarang dia punya rumah, juga punya mobil, yang dibelinya dengan penghasilan sebagai sopir taksi. Artinya, dia hidup cukup layak dari profesinya itu.

Perkenalan kami terjadi secara tidak sengaja ketika saya kebetulan sedang tugas lapangan di daerah Semarang dan sekitarnya. Saya naik taksi, dan kebetulan Pak Zaenal –nama beliau– yang mengemudikan taksi itu. Orangnya sudah cukup tua, mungkin sekitar 60 tahun. Bawa mobilnya enak, halus, tidak gradakan seperti kebanyakan pengemudi usia muda. Entah karena memang begitu gaya mengemudinya, atau karena sudah tua, saya kurang tahu.

Tapi bukan itu yang paling mengesankan saya. Di taksi itu, begitu masuk ke taksi di jok belakang, kita akan segera menemukan air mineral dalam gelas, makanan kecil, permen, dan minyak kayu putih dalam botol kecil. Semua diletakkan di semacam keranjang yang ada di bagian belakang kursi pengemudi.

“Wah, banyak makanan nih, Pak..” kata saya.
“Oh, iya, silakan ambil kalau mau,” jawab pengemudi taksi, yang akhirnya saya tahu namanya adalah (Pak) Zaenal.

“Gratis ya, Pak?” tanya saya, setengah bercanda, karena sebenarnya saya tidak akan keberatan kalau memang harus membayar.

“Oh, betul, gratis..silakan ambil sesukanya,” kata Pak Zaenal sambil terus mengendarai taksinya ke tujuan.

Ternyata Pak Zaenal dengan sengaja menyediakan semua itu untuk orang yang naik taksinya. Sekedar untuk menghilangkan rasa haus, atau melawan kebosanan di tengah perjalanan, atau minyak kayu putih untuk yang sedang kurang enak badan. Hal-hal kecil, memang, tapi saya merasa sangat nyaman dengan itu semua.

“Ini disediakan oleh perusahaan, atau bapak sendiri yang membelinya?” tanya saya agak menyelidik.
“Pakai uang saya sendiri,” jawab Pak Zaenal.

“Lho, bapak gak rugi? Setoran gak terganggu, Pak,” tanya saya lagi.

“Ya tidak, wong itu kan tidak seberapa. Saya belinya juga bukan dari uang setoran, tapi pakai uang tips kalau kebetulan ada yang memberi,” Pak Zaenal menjelaskan. Beliau kemudian bercerita, bahwa hal itu sudah dilakukannya nyaris selama lebih 2/3 kariernya yang panjang sebagai pengemudi taksi, dan itu artinya sudah 20 tahun lebih.

Tak terasa kami sudah sampai di tujuan. Sebelum saya turun dari taksi, Pak Zaenal memberikan kartu nama sederhana, hanya bertuliskan nama dan nomor HP, kalau-kalau suatu saat saya memerlukan jasa beliau lagi.

Saya tidak tahu, berapa banyak sopir taksi yang menggunakan ‘pendekatan’ seperti Pak Zaenal itu. Yang pasti saya sangat terkesan dengan upaya beliau memberikan pelayanan kepada konsumennya. Dan yang pasti pula, sekitar 20 tahun di Jakarta (dan sekitarnya) saya belum pernah bertemu dengan pengemudi taksi yang begitu ‘bersemangat’ melayani konsumen seperti Pak Zaenal di Semarang itu.

Berbekal kartu nama sederhana yang diberikannya, akhirnya saya menjadikan Pak Zaenal langganan taksi saya kalau sedang di Semarang dan sekitarnya. Saya pun dengan senang hari merekomendasikan taksi Pak Zaenal itu ke teman-teman saya yang membutuhkannya.

Juga suatu saat, ketika ibu saya yang sudah sepuh mesti melanjutkan perjalanan dari Jakarta (setelah menempuh perjalanan dengan KA Jakarta-Semarang) ke kota tempat tinggalnya (sekitar 50 km dari Semarang), Pak Zenal sangat membantu. Saya tinggal menelpon beliau, minta supaya menjemput ibu saya di Stasiun Tawang dan mengantarnya sampai ke rumah.  Sangat membantu, karena pada dasarnya ibu saya penakut, dan belum terbiasa naik taksi. Saat ada kesempatan berkunjung ke Semarang, anak-anak saya pun sangat senang naik taksi Pak Zenal itu.

Mungkin terlihat sederhana, tapi terus terang, saya belajar banyak dari Pak Zaenal tentang cara melayani konsumen. Memberikan hal-hal kecil (air mineral, snack, permen, minyak kayu putih), juga kartu nama sederhana, yang bukan hanya membuat konsumen terkesan dengan pelayanannya, tapi juga bisa dengan mudah menghubungi kalau ada keperluan.

Juga, secara tidak langsung, Pak Zaenal memberikan ‘pesan’ kepada saya, bahwa kita bisa hidup layak dari pekerjaan/profesi apa pun, asalkan kita benar-benar menekuni profesi itu, bekerja dengan semangat dan serius, serta tidak melupakan hal-hal ‘kecil’..



Sumber : Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Game Online

Taxi Truck

Play free Games - a game from Driving | Racing Games