Pernah tertarik untuk menjalankan bisnis taksi? Sebaiknya mungkin anda berfikir dua kali. Karena, berdasarkan hasil diskusi dan masukan dari beberapa anggota milis Dunia Wirausaha yang pernah punya pengalaman berkaitan dengan bisnis ini, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bisnis ini cukup beresiko dengan sistem administrasi yang berbelit-belit.
Berikut adalah sebuah contoh sistem investasi yang pernah ditawarkan:Dengan modal sebesar Rp 7,500,000 kita mendapat satu buah taksi (merk hyundai excel) dengan sistem bagi hasil selama lima tahun ke depan.
Perhitungannya sebagai berikut:
Setiap hari si supir taksi setor ke perusahaan sebesar +/- Rp 180,000 (selama lima tahun). Setelah lima tahun, BPKB mobil diberikan pada si supir dan kita berhak atas mobil tersebut sebesar 60% dari harga mobil.
Jadi kalau mobil itu - setelah dihitung penyusutan - harganya Rp 40,000,000, kita berhak sekitar Rp 24,000,000.
Jumlah yang terakhir ini bisa kita minta ke supirnya atau kita "mempekerjakan"supir itu kembali (jadi si supir tetap "narik" taksi dan setoran hariannya masuk ke kita).
Hal penting yang harus menjadi perhatian adalah:
-Selama lima tahun pertama ini sebagai pemilik modal, kita tidak mendapatkan apa-apa, jadi bisnis taksi bisa disebut blind investation.
-Urusan adminitrasi yang biasanya cukup berbelit-belit.
-Apabila sampai terjadi kecelakaan, kerugian seharusnya diganti supir dengan menggunakan dana simpanan/tabungan wajib, tapi sering kali jumlah itu ternyata tidak mencukupi. Dilain pihak, tarif taksi sekarang sudah tidak memadai untuk menutup biaya dan memberikan keuntungan yang bagus (kenaikan tarif harus ditetapkan organda).
-Masalah oknum supir yang kita pilih. Ini akan berpengaruh pada keamanan mobil atau kemungkinan hal-hal negatif yang timbul seperti penggantian ban mobil menjadi ban mobil bekas atau onderdil lainnya. Sangat tergantung pada individunya. Seperti kata seorang anggota DW, "Yang jelas itu kan tergantung mindset si supirnya, kalau dia berniat baik mau jadi supir, ya kita aman. Tapi kalau si supirnya niatnya negatif, apes di kita"
-Masukan lainnya: Untuk bisa menjadi investor bisnis ini, sepertinya harus menjadi anggota organda.
-Saat hitungan akhir ternyata harga mobil menjadi lebih mahal dibanding mencicil biasa namun kemahalan tersebut ditutup dengan izin taksinya - /izin trayek atau plat kuning. Jadi sebetulnya yang dijual oleh pengusahanya adalah izinnya (tanpa izin tidak bisa menjalankan taksi) yang apabila sudah lewat lima tahun (mobil sudah plat hitam) izin trayeknya dikembalikan ke pengusaha (bisa dijual ke pihak lain atau kalau si pengemudi taksi yang dulu mau ambil lagi, harus beli satu paket seperti semula lagi).
Selain itu ada lagi alternatif kepemilikan mobil taksi bagi si supir dengan sistematika sebagai berikut: Sang supir membeli taksi dengan DP Rp 8.5jt. Selama dua tahun pertama, ia harus menyetor Rp 200,000 sebagai cicilan mobil dan biaya administrasi perussahaan taksi yang bersnagkutan.
Tahun ke-3 sampai ke-5 ia cukup menyetorkan Rp 50,000 per hari dimana pada akhir tahun ke-5, taksi menjadi milik sang supir.
Hasil perbincangan dengan seorang supir taksi menyatakan bahwa ada yang istilahnya "peremajaan taksi" dimana taksi-taksi yang ada (yang lama) dijual pada para supir dengan cara sistem setoran (mencicil lewat setoran). Setelah lunas, taksi tersebut berganti plat hitam dan tidak boleh "narik" lagi.
Berikut adalah sebuah contoh sistem investasi yang pernah ditawarkan:Dengan modal sebesar Rp 7,500,000 kita mendapat satu buah taksi (merk hyundai excel) dengan sistem bagi hasil selama lima tahun ke depan.
Perhitungannya sebagai berikut:
Setiap hari si supir taksi setor ke perusahaan sebesar +/- Rp 180,000 (selama lima tahun). Setelah lima tahun, BPKB mobil diberikan pada si supir dan kita berhak atas mobil tersebut sebesar 60% dari harga mobil.
Jadi kalau mobil itu - setelah dihitung penyusutan - harganya Rp 40,000,000, kita berhak sekitar Rp 24,000,000.
Jumlah yang terakhir ini bisa kita minta ke supirnya atau kita "mempekerjakan"supir itu kembali (jadi si supir tetap "narik" taksi dan setoran hariannya masuk ke kita).
Hal penting yang harus menjadi perhatian adalah:
-Selama lima tahun pertama ini sebagai pemilik modal, kita tidak mendapatkan apa-apa, jadi bisnis taksi bisa disebut blind investation.
-Urusan adminitrasi yang biasanya cukup berbelit-belit.
-Apabila sampai terjadi kecelakaan, kerugian seharusnya diganti supir dengan menggunakan dana simpanan/tabungan wajib, tapi sering kali jumlah itu ternyata tidak mencukupi. Dilain pihak, tarif taksi sekarang sudah tidak memadai untuk menutup biaya dan memberikan keuntungan yang bagus (kenaikan tarif harus ditetapkan organda).
-Masalah oknum supir yang kita pilih. Ini akan berpengaruh pada keamanan mobil atau kemungkinan hal-hal negatif yang timbul seperti penggantian ban mobil menjadi ban mobil bekas atau onderdil lainnya. Sangat tergantung pada individunya. Seperti kata seorang anggota DW, "Yang jelas itu kan tergantung mindset si supirnya, kalau dia berniat baik mau jadi supir, ya kita aman. Tapi kalau si supirnya niatnya negatif, apes di kita"
-Masukan lainnya: Untuk bisa menjadi investor bisnis ini, sepertinya harus menjadi anggota organda.
-Saat hitungan akhir ternyata harga mobil menjadi lebih mahal dibanding mencicil biasa namun kemahalan tersebut ditutup dengan izin taksinya - /izin trayek atau plat kuning. Jadi sebetulnya yang dijual oleh pengusahanya adalah izinnya (tanpa izin tidak bisa menjalankan taksi) yang apabila sudah lewat lima tahun (mobil sudah plat hitam) izin trayeknya dikembalikan ke pengusaha (bisa dijual ke pihak lain atau kalau si pengemudi taksi yang dulu mau ambil lagi, harus beli satu paket seperti semula lagi).
Selain itu ada lagi alternatif kepemilikan mobil taksi bagi si supir dengan sistematika sebagai berikut: Sang supir membeli taksi dengan DP Rp 8.5jt. Selama dua tahun pertama, ia harus menyetor Rp 200,000 sebagai cicilan mobil dan biaya administrasi perussahaan taksi yang bersnagkutan.
Tahun ke-3 sampai ke-5 ia cukup menyetorkan Rp 50,000 per hari dimana pada akhir tahun ke-5, taksi menjadi milik sang supir.
Hasil perbincangan dengan seorang supir taksi menyatakan bahwa ada yang istilahnya "peremajaan taksi" dimana taksi-taksi yang ada (yang lama) dijual pada para supir dengan cara sistem setoran (mencicil lewat setoran). Setelah lunas, taksi tersebut berganti plat hitam dan tidak boleh "narik" lagi.
Sumber : dunia-wirausaha.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar